Jumat, 26 Januari 2018

Pasar Terapung Kuin ft. Pulau Kambang



 Sabtu, 21 Oktober 2017


            Jadi, ceritanya aku bersama abang-abang dan kakak-kakak HIMIESPA, plus Teguh, pelesiran sedikit ke Pasar Terapung Kuin dan Pulau Kambang. Tujuan asli kami ke pasar terapung sebenarnya untuk mengambil footage video EDC. But, yeah, sekalian liburan juga kayaknya.
            Kami berkumpul di dermaga kecil yang berseberangan dengan Makam Sultan Suriansyah dan menyewa sebuah kelotok.
            Kelotok kami membelah sungai dengan kecepatan sedang. Ketika itu masih gelap. Matahari belum muncul sepenuhnya. Satu-satunya sumber cahaya yang ada hanyalah lampu-lampu sorot dari gadget kami masing-masing. Samar-samar aku bisa melihat gelombang air sungai yang terbentuk ketika kelotok kami melintas. Sesekali kelotok lain membalap kami.
Air terlihat berwarna kelabu kelam. Aku sempat berimajinasi sedikit, membayangkan monster-monster raksasa yang mengintai kami dari dasar sungai. Dan setengah berharap juga sih jadi kenyataan, soalnya kayaknya asyik deh ramai-ramai begini lalu diserang monster jahat. Aku kan penasaran siapa di antara kami yang bakal jadi pahlawan, dan siapa yang bakal terkencing duluan di celana karena ketakutan.
Setelah kurang lebih sepuluh menit berlayar menembus kegelapan, kami tiba di Pasar Terapung Kuin. Suasananya tidak seramai yang kubayangkan. Perahu-perahu simbok dan paman yang berjualan tidak sebanyak di foto gugel, dan kelotok yang berisikan wisatawan juga bisa dihitung dengan jari. Bahkan setelah matahari mulai muncul dan semburat jingga di cakrawala berubah menjadi kuning, kehebohan dan keramaian seperti yang kulihat di foto-foto tak juga muncul.
Setelah mengambil beberapa footage, berfoto-foto, mewawancara beberapa pedagang, dan jajan-jajan, kami meluncur ke Pulau Kambang.
Waktu itu matahari sudah muncul sepenuhnya sehingga aku bisa melihat pemandangan dengan leluasa. Airnya ternyata berwarna cokelat, bukan abu-abu. Senyumnya ternyata lebih manis saat terang begini dibanding ketika dunia masih berwarna kelabu. Eaaaa. Gaje.
Belum juga kelotok kami benar-benar merapat di dermaga pulau, pasukan monyet sudah menyerbu. Mereka berlompatan dari dermaga ke atas kelotok dan mulai menjelajah. Kami semua langsung heboh menyelamatkan harta benda masing-masing. Aku teringat kata orang-orang bahwa monyet-monyet di sini nakal dan suka mencuri, maka aku pun merapatkan resleting tas dan memastikan tidak ada barang-barang berhargaku yang terlihat menjuntai.
Rombongan kami berjalan menyusuri titian jembatan yang mengular ke dalam pulau. Karena keadaan geografis pulau yang memiliki banyak genangan air, maka tempat itu praktis bagaikan sarang nyamuk raksasa. Kebetulan sekali pada saat itu aku berpakaian serba gelap, jadilah para nyamuk melihatku sebagai mangsa dan menyerang dengan ganas.
Selain nyamuk, kami semua harus tetap waspada kepada monyet. Mereka bisa bergerak diam-diam, mengendap-endap, lantas hap! Barang-barang kita pun disambarnya. Kesialan ini menimpa Teguh. Salah satu monyet nakal yang gesit berhasil mencuri topinya. Tapi untungnya bisa diambil kembali dengan satu syarat: topi ditukar dengan kacang.
Setelah banyak jepret-jepret, puas bercanda dan besambatan, serta puas berinteraksi sama monyet, kami balik ke kelotok.
Perjalanan kembali ke dermaga memakan waktu kurang lebih dua puluh menit. Karena sudah lumayan siang, aktivitas di sungai itu sudah benar-benar hidup. Kami menjumpai beberapa kapal penyeberangan, kelotok-kelotok lain, perahu-perahu dayung kecil, dan bahkan kapal tongkang. Di kejauhan, aku bisa melihat samar-samar gedung apartemen Aston yang berwarna kuning.
Setibanya di dermaga, kami berpisah. Beberapa abang dan kakak yang masih ada keperluan di situ tetap tinggal, sedangkan yang tidak, termasuk aku, pulang.
The entire trip was awesome. Melalui pelesiran singkat ini aku jadi merasa tidak canggung lagi berada di sekitar mereka, kating-katingku itu. They’re nice, kind, and fun. They joke a lot, and they’re actually really down to earth.
            So.... that’s it. Untuk melengkapi postingan kali ini, aku menyertakan foto-fotonya. Well, di setiap post aku selalu menyertakan foto sih. Soalnya, how do you really know some moments really happened if you don’t have the picture of it?


Sooooo this was The Kuin Floating Market




Not too crowded :/



Wiwin dan Wiwit?

Ketum kitaaaaaa

Yuhuuuuu

Gaya andalan ciwi-ciwi

me and some HIMIESPA boys

HIMA gueeeee

Bang Husai and his weapon

Kelotoknya belum benar-benar merapat di dermaga, tapi pasukan kecil berbulu ini sudah menyerbu...

Merencanakan strategi penyerangan deh kayaknya

'sup buddy?

Look at that milo coloured water

That trees grows from the milo coloured water.


Nunggu tiket?

Si monyet-monyet ini sudah akrab dengan kamera kayaknya yeaaaa

Little furry creatures with long tail

They are everywhereeee

Di puncak papan selamat datang pun juga ada!

Jadiiii di pulau ini ada semacam kuil kecil-kecilan gitu, ada patung monyetnya dan semacam wadah di tengah-tengah yang aku nggak tau fungsinya buat apaan

Me againnn


Ada berapa monyet di foto ini?

Bang Anggit and monkey on his shoulder

Double W

Nguber-nguber monyet

Sok-sok candid gitu. Btw liat deh, ada yang sedang berkamuflase di batang pohon

Oh hello buddy, didn't see you there before wkwk

Dari matamu, matamu....

Notice something on the trees?

Bang Haris

Nguber-nguber monyet (2)

Ketika sudah mulai gatal-gatal di serang nyamuk, kami caw saja lah dari situ

The baby and the mommy

Bang Subhan.....

Kok ngakak ya bang....

awwwww

Mereka suka berayun dari satu dahan ke dahan pohon yang lain, terus tiba-tiba saja hap! Lompat ke pundakmu atau nyuri topimu.

They're actually such a cutieeee

Bang, I'm sorry to say this but this is so funny wkwkwk

Staring at the distance....

Jalan (atau jembatan?) yang berkelok-kelok mengelilingi pulau

Bagus ya, kayak di lukisan-lukisan gituuu

Para pengurus pulau

I think Bang Anggit have some kind of obsession with the monkeys.

Some mirror selfie won't hurt aight? (or, should I say, window selfie?)

Tali sepatu gueeeee

Bye byeeee, we're leavingggg

Seolah mengerti, mereka tetap di dermaga. Mereka nggak mau ikut ke kelotok yang bakal membawa mereka ke dunia manusia yang kejam.

Si sengklek udah dapet topinya lagi nehhhhh

At the bottom of the kelotok

Para tetua HIMIESPA

Kapal besarrrr

Tuh kan ada kapal tongkang

Waktu gelap-gelapan di pagi buta tadi rumah-rumah ini tidak terlihat jelas. Tadinya mereka hanya terlihat seperti bayang-bayang kelabu yang membungkuk di pinggir sungai.

Alright, adios amigos! Sampai di sini dulu post saya kali ini yessss. I'll post another story. kalo ada waktu. dan kalo ada niat juga sih. bubayy.




























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Liputan Tujuh Belasan

Banjarbaru, Kamis, 17 Agustus 2017             Kamis kemarin, aku dan papahku keliling Banjarbaru untuk berburu foto-foto perayaan tuj...